Instagram @ismanBayu |
“mereka
benar benar ada dan selalu ada hingga manusia tahu jika mereka akan punah
ketika manusia puncah juga. Memaki diri sendiri ditengah gelap malam adalah hal
terkonyol yang tersisa pada jiwa jiwa yang sedang digerayapi ketakutan”.
Meniadakian
hari tanpa rumah dengan orang orang yang terkasih didalamnya. Tepatnya, ketika
orang orang lain melakukan liburan semester yang Panjang ini, sedang jiwa tak
mau lagi tersentuh oleh liburan rumah. Entah mengapa, biaya dan beberapa
gugatan lain yang menyibak masuk kedalam hati adalah salah satu alasan mengapa
hal ini terjadi.
Tak
utuhnya sebagai mahasiswa lain yang bercengkrama Bahagia dan senyum mesra
Bersama keluarga, sedang mata kanan dan kiri pada kepala ini masih saja
menempuh jarak yang tak kasat mata didepan sana. Bergelut dengan ambisi yang
tak bertujuan sama sekali. Sebentar lagi akan hancur ketika rindu mulai
membasuh seluruh tubuh pada kejauhan pada pelukan ibu. Sungguh, tak mau diri
ini melakukannya.
Januari
2019.
Bayu,
odi yang merupakan dua bersaudara yang tak pernah akur adalah orang yang
membersamaiku kali ini ke gunung yang kami rencanakan Bersama untuk mengisi
liburan yang Panjang ini. Sekalian ke kota semarang. Tempat dimana Yusta
bersemayam dengan impiannya disana.
Kami
mengajak serta Yusta untuk ikut dalam pendakian kami. Sebab dirinyalah yang
lebih tahu menahu mengenai seluk beluk pada gunung ungaran. Sebab dirinya
adalah seorang Mapala di kampusnya dan penah melakukan kegiatan pelatihan di
gunung tersebut. Dan ini cocok sekali apabila Yusta yang menjadi pengantar kami
dalam pendakian ini. Dirinya memang menyimpan banyak manfaat utuk kami gunakan.
Berangkat
dari kos kosan kecil dan panas milik Yusta di kota semarang menuju pos
pendakian gunung Ungaran. Dan yusta bersamaku untuk membela jalan menuju tempat
tersebut. Namun ditengah jalan kami di guyur hujan yang teramat lebat dan
menyengat badan hingga basah kuyup, tidak, hamper saja.
Waktu
kami menjadi terpotong karena harus menunggui hujan ini reda. Tak berlama lama
dengan penantian yang tak pasti pada hujan tersebut, kamipun memaksakan diri
berangkat dengan mantel hujan yang baru terbeli di salah satu toko alfamart.
Tiba tiba saja masalah baru muncul lagi, ditengah hujan yang masih menderas
turun, motor Bayu mogok dan tidak bisa lagi jalan. Untungnya didepan sana ada
bengkel kendaraan.
Semakin
tersita saja waktu kami diperjalanan akibat ketidakmatangan dalam perjalanan
ini. Tidak adanya persiapan yang begitu sempurna. Ah, tidak ada yang sempurna
didunia ini termasuk perjalanan kami.
Akhirnya,
perjalanan kembali dilanjutkan dengan gerimis yang masih saja tak mau berdamai
dengan kami berempat. Semakin masuk kejalan menuju basecamp yang ditujukan
Yusta pada kami, semakin kami bingun dan kurang percaya dengan ini. Bagaimana
tidak, jalan yang kami susuri semakin rusak dengan bebatuan besar dan
penanjakan tiada hentinya. Hingga motor menjadi kewalahan. Tapi untungnya tidak
ada dari dua motor kami yang menyerahkan diri.
Mentari
sudah habis ditebas temaram, kabut yang cukup tebal menghalangi jalan kami.ini
membuatku semakin ragu ragu dengan jalan yang ditunjukkan Yusta. Sesekali
bertanya padanya. Dan jawabannya adalah memang sudah betul jalan yang kami
lewati ini. Dan memang seperti ini. Jika benar seperti itu, maka sungguh seram
sekali orang orang yang melewati jalan ini. Jalan yang rusak dan gelap seperti
ini sepertinya akan mematikan akal sehatku ketika berjalan sendirian disini.
Sejam
menapaki jalur tersebut, dan didepan kami adalah rumah warga. Dan betapa terkejutnya
kami bertiga ketika melihat ada perumahan warga disini. Ini benar benar sangat
menakjubkan. Sungguh.
Dingin
menyambut, dan segera mungkin perut diisi dengan makanan hangat dan nikmat. Itu
adalah indomi rebus yang kami beli dari basecamp. Dan ternyata tempat ini tidak
banyak yang melewatinya. Hanya mereka yang tahu pada tempat ini. Kata Yusta
tempat tersebut adalah tempat yang sering digunakan dalam kegiatan Mapala
kampusnya.
Perut
telah terisi dan perjalanan kami lanjutkan segera. Meski gerimis dan dingin
masih saja menunggui diluar sana. Hanya ada senter HP yang kami miliki, dan
hanya Yusta yang benar benar menggunakan senter gunung.
Dan
lihatlah ketika kami mulai meninggalkan perumahan warga tersebut. Ketika kaki
semakin jauh dari keramaian tadi. Seketika sekujur tubuhku menjadi mencekam dan
tumbuh kegelisahan. Entah dari mana kegelisahan itu dating. Ditengah kabut yang
bergerimis kami menapaki jalur yang amat kecil dan bersemak. Ini tidak seperti
jalur komersil pendakian pada umumnya. Setelah melakukan konfirmasi pada Yusta
bahwa jalur ini adalah jalur yang digunakan oleh anak anak Mapala dalam
pelatihan. Waduh, pantas saja jalurnya masih segar seperti ini.
Berjalan
paling terbelakang dari berempat membuatku semakin digaduhi oleh perasaan aneh
dan tak biasanya pada gunung gunung lain. Semakin berjalan masuk kedalam hutan
yang gelap ini semakin membuatku merasakan hal aneh. Bukan ingin mendustai diri
sendiri, tapi memang rasanya sangat berbeda ketika sudah masuk dalam pada jalur
ini. Sesak dan rasanya takut sekali untuk menoleh kebelakang.
Bayang
bayang ketakutan semakin menjadi saja manakala tas yang kubawa terserempet oleh
ranting pohon. Kaget dan sekaget kagetnya, walau suasana itu kusembuyinkan dari
yang lain. Entah hanya aku saja yang merasakannya atau mereka juga merasakan
yang sama. Tapi sepertinya mereka merasakan hal yang sama.
Setelah
berjalan hampir sejam, Yusta mulai ragu dengan jalur yang dilewati. Dirinya
mulai ragvu jika jalur yang kami leweati adalah jalur yang salah. Ah, semakin
membuatku takut dan gelisah saja. Setelah menelusuri lagi, perjalanan tetatp
kami lanjutkan. Betapa takutnya diri ini jika sesuatu menerjangku dari
belakang. Dan tidak akan ada yang tahu jika mereka tak menoleh sama sekali
kebelakang.
Tak
mau terjebak dalam ketakutan. Music kuputar keras keras dalam earphone yang
kubawa sendiri. Berusaha menikmati lagu didalamnya walau rasa takut masih saja
mengikuti. Rasa rasanya sesuatu mengikuti dari belakang sejak masuk kedalam
jalur yang gelap dan dipenuhi pohon pohon tinggi. Mata harus tetap terfokus
pada jalur saja, tak mau menoleh pada arah yang lain.
Jujur
ini adalah pendakian tergila yang dianulir oleh Yusta.
Takut
dan gelisah mulai mereda manakala kami berhasil masuk pada jalur yang lebih
besar dan leluasa untuk bergerak. Tidak seperti jalur yang tadi, sangat rimbun
dan dipenuhi semak belukar. Pergerakan amat sangat terbatasi dengan hal itu.
Tiba
tiba saja sesuatu membuatku kaget. Bukan rasa takut namun rasa takjub ketika
melihat tiang listrik berada tepat ditengah hutan seperti ini. Bagaimana bisa
mereka mengangkat dan membawa tiang tiang besar itu kesini. Seperti hal yang
sangat mustahil untuk dilakukan.
Odi
tersedak dan terdengal oleh nafasnya sendiri. Wajar saja, ini adalah pendakian
pertamanya. Kulihati lututnya yang bergetar tanda bahwa dirinya benar benar
kelelahan. Tak berapa lama kemudian, rumah rumah yang diterangi oleh lampu
membuatku kami bertiga kembali di kejutkan. Ada banyak rumah dibawah puncak
Gunung ungaran seperti ini. Dan Yusta menunjuk pada puncak yang terbilang sudah
sangat dekat.
Pantas
saja tidak perlu membawa tenda kesini, ternyata kami akan bermalam di rumah
yang cukup besar untuk kami tinggali. Dan rumah tersebut adalah tempat
peristirahatan anak anak Mapala yang melakukan pelatihan disini. Bahagia sekali
tidurku digunung kali ini. Walau hujan deras tak akan membuat resah untuk
memikirkan tenda yang akan dibasahi oleh air hujan.
Paginya,
kami harus melanjutkan perjalanan menuju puncak. Tapi Yusta tidak ikut sampai
puncak. Dirinya hanya menunjukkan kami jalur mana yang mesti kami lewati untuk
menuju pncak.
Dengan
berjalan selama hampir dua jam, kamipun sampai pada puncak gunung Ungaran.
Walau mata kami digelisahkan dengan kabut yang amat tebal. Tidak ada
pemandangan yang terlihat. Hanya ada dingin yang terus berusaha menembus badan
kami. Setelah menunggu beberapa lama, kabut hilang dan hal indahpun dipertontonkan
pada kami semua yang ada dipuncak ini.
Tak
mau berlama lama diatas, sesegera mungkin kami turun. Takutnya hujan akan
mengguyur dengan cepat. Dan seketika kami turun, kabutpun ikut bersemayam pada
puncak. Sesampai kembali pada tempat Yusta; rumah yang berada tepat dibawah
puncak gunung Ungaran, kami disusguhkan dengan makanan dan gorengan yang masih
hangat. Ah, betapa indahnya pendakian kali ini. Tapi semua makanan tersebut
adalah jualan milik ibu yang ada dirumah tersebut. Walau begitu, rasanya tak
kalah dengan warung yang ada dibawah sana. Bahkan rasanya menjadi lebih nikmat
ketika berada tepat dibawah puncak gunung Ungaran.
Setelah
semuanya selesai dengan itu. Dari mandi dengan air yang teramat dingin hingga
memandangi sekitar yang masih hijau. Kamipun segera turun. Dan seketika itu
pikiranku kembali disemayami oleh jalur yang dilewati semalam. Ternyata jalur
yang kami lewati untuk turun tidak sama dengan jalur ketika naik. Dan tetap
saja sama, jalurnya tidak berbentuk sama sekali. Hanya dirinya saja yang tahu
akan jalur yang kami lewati.
Memang
tidak ada penyesalan, si anak rimba ini membawa kami pada sungai di lembah
gunung ungaran. Segar sekali rasanya. Semua menjadi satu kepuasan yang sempurna
dalam pendakian ini.
Dan
ketika jalan pulang, kami haru melewati kembali jalur yang dipenuhi dengan
bebatuan besar itu. Sungguh sangat menyiksa pada kendaraan. Tidak sampai disitu
saja drama perjalanan kami. Setelah masuk pada perkotaan, motor si gendut Bayu
kembali mogok dan harus dibawa pada bengkel. Dan kembali lagi kami di
untungkan, bengkel tidak terlalu jauh dari jarak kami berada. Perjalanan pulang
kembali tersita oleh waktu untuk menunggui motor tersebut.
Sesampai
di kosan yusta barulah semuanya mengeluarkan apa yang mereka rasakan ketika
menapaki jalur gunung Ungaran tersebut. Malam itu ternyata mereka merasakan
takut dan gelisah yang sama. Bahkan mereka merasakan takut yang teramat sangat.
Terlebih lagi yang bernama Odi. Sebab dirinya merasakan bahwa sesuatu menempel
pada tas yang kubawa. Untung saja ceritanya baru disini. Jika tidak, entah apa
yang akan terjadi.
Satu
pesan, jangan pernah bercerita hal aneh apapun ketika berada digunung. Karena
itu akan merusak suasana pendakian. Dan akhirnya semua dikelabui oleh pikiran
negatif masing masing.
Posting Komentar