Dilema Keraguan
Kepala akan pecah, saat semua berisikan cita cita yang tak pernah sampai dan tak sesuai dengan harapan. Menuntut diri pada sesuatu yang amat jauh, tetapi usaha dan peluh kurang dalam pencapaian asa tersebut. Butuh keringat agar mentari fajar esok pagi bersinar lebih terik dan meneriakkan harapan.
Bayang bayang terhadap pencapaian di titik temu antara asa dan harapan semakin menjauh. mata tidak bisa tertidur dengan pulas, sepagi ini sudah harus menatap layar kosong dan kerumunan manusia di persimpangan jalan tanpa penentuan akan diri di permukaan bumi yang luas ini.
Berdiskusi di tengah rimba bersama manusia dungu, semuanya akan menyeringai bodoh dan bodoh saja. Terselip dendam di tepi semak belukar lalu, betapa hancurnya kaki dan seluruh kepala hanya ada bayang ragu yang terus berenang dengan senangnya. Pindah dari satu ragu ragu yang lainnya.
Terlalu banyak tanya pada perihal kapan dan bagaimana. Bagaimana dan bagaiman terus dipertanakan di setiap bilik waktu yang terus menembus hari tanpa berhenti sejenak. Sebelum hari baru tiba, kembali lagi ragu menyikap meniduri seluruh isi kepala. Sekarang tidak lagi, ia telah datang untuk membunuh jiwa yang hampir putus asa.
Baca juga: Kembara | Bagian Kelima Belas
Sesal membubuhi atas perbuatan di awal, jika saja sesal bisa menampakkan diri di awal. Ada kemungkinan manusia bisa meramal tentang hidupnya dan pertanyaan bagaimana tidak semestinya muncul diatas permukaan. Sembab dan sendu berlinang air mata tepat di telaga pembaringan.
Tepat disaat hati gunda gulana, sinar sinar dari matahari menangkap mata manusia dengan lihainya. Membangunkan dan kembali menyadarkan, betapa pentingnya bangkit dari luka. Lalu beberapa diantaranya kembali diperangkapan oleh ragu ragu. Tidak salah lagi jika jiwa manusia sedang dilema keraguan.
Posting Komentar